Senin, 09 September 2013

Ketika kakao terganggu oleh hama dan penyakit

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas unggulan untuk eksport. Usaha perluasan areal untuk komoditas ini di Indonesia bagian Timur telah dilakukan sejak tahun 90-an. Klon-klon unggul yang berdaya hasil tinggi disebarkan untuk menggenjot produksi nasional. Perluasan areal tanaman kakao tersebut disambut baik oleh masyarakat petani yang berharap komoditi ini dapat menjadi sumber pendapatan keluarga. Janji kebun kakao akan mengasilkan biji kakao dengan kuantitas tinggi merupakan harapan bahwa keadaan ekonomi petani kakao akan membaik.
Dengan harapan perbaikan kesejahteraan keluarga, bibit kakao yang dibagikan melalui program pemerintah dipelihara dengan baik. Penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh pertanian, LSM, Universitas juga diterima warga petani dengan harapan dapat menambah pengetahuan dalam budidaya kakao.
Kesabaran petani menunggu hasil panen mulai tampak tanda-tanda membuahkan hasil. Bunga mulai bermunculan di batang dan dahan pohon kakao. Meskipun hanya sebagian bunga yang berkembang menjadi polong, tampaknya harapan untuk memperoleh panen sangat tinggi. Namun, kenyataan yang terjadi, panen yang baik hanya berlangsung sekitar 2-3 tahun saja. Polong-polong kakao mulai tampak terganggu oleh penyakit busuk buah atau hama penggerek buah. Serangan hama penggerek buah dan patogen penyebab busuk buah mulai memberi dampak merugikan. Situasi tersebut menurunkan semangat petani untuk mengurus kebun. Bahkan kebun mulai ditelantarkan.
Melihat masalah yang dihadapi petani kakao, semua pihak seperti Pemerintah Daerah, Universitas dan LSM berusaha memberikan bantuan teknik pengelolaan. Salah satu teknik yang dianjurkan adalah penyarungan buah. Kenyataannya, gangguan hama penggerek buah kakao dan penyakit busuk buah tetap tidak terkelola dan petani hanya dapat memilih : menelantarkan kebun kakao miliknya atau mengganti kakao dengan komoditas lainnya. Apa yang salah ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar